Minggu, 05 Juni 2011

MATEMATIKA ALAM SEMESTA

Kodetifikasi Bilanagan Prima dalam Al-Qur'an
Oleh  : Arifin Muftie
Pendahuluan

Dengan Nama Alloh yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. 
Matematika adalah bahasa Tuhan ketika Dia menulis alam semesta.
Galilea (1564-1642)

          Bukan suatu keanehan bila sebagian besar ilmuan berpendapat bahwa Tuhan menciptakan alam semesta dengan kode-kode tertentu,-struktur bilangan tertentu.1 Alam sendiri mengajarkan berulang kepada manusia tentang adanya priode-priode tertentu yang selalu berulang, teestruktur dan sistematis., misalnya orbit bulan, bumi dan planet-planet, lintasan meteorit dan bintang-bintang, DNA, kromosom, sifat atom, lapisan bumi dan atmosfer, dan elemen kimia dengan segala karakteristiknya.

Katakanlah : "....adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? "Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran"" ( Az-Zumar : 39 : 9 )

Kitab mulia Al-Qur'an mengajarkan pembacanya bahwa "Tuhan menciptakan sesuatu dengan hitungan teliti' (Al-Jinn 72 : 28). Bahkan jumlah manusia yang akan datang menghadap Tuhan Yang Maha Pemurah, selaku seorang hamba pada hari yang telah dijanjikan (telah) ditetapkan dengan hitungan yang teliti. ( Maryam 9 : 93-94 ).
           Dalam pandangan al-qur'an, tidak ada peristiwa yang terjadi secara kebetulan. Semua terjadi dengan "hitungan", baik dengan hukum-hukum alam yang telah dikenal manusia maupun yang belum. Bagi muslim yang beriman, tidak ada bedanya apakah al-qur'an diciptakan dengan hitungan atau tidak, mereka tetap percaya bahwa kitab yang mulia ini berasal dari Tuhan Yang Maha Esa. Pencipta alam semesta yang mendidik dan memelihara manusia. Namun bagi sebagian ilmuwan, terutama yang muslim, yang percaya bahwa adanya kodetifikasi  alam semesta, baik kitab suci, manusia maupun objek di langit, adalah suatu "kepuasan tersendiri" jika dapat menemukan hubungan-hubungan tersebut. Al-Qur'an adalah salah satu mahakarya yang diturunkan dari langit, untuk pedoman ummat manusia, berlaku hingga alam semesta runtuh. Ia menggambarkan masa lalu, sekarang dan masa depan dengan cara yang menakjubkan. Prof. Palmer seorang ahli kelautan di Amerika Serikat mengatakan "Ilmuwan sebenarnya hanya menegaskan apa yang telah tertulis di dalam al-Qur'an beberapa tahun yang lalu"2
            Walaupun begitu tidak semua orang dapat memperoleh hikmah. Bagaimana pembaca bisa memahami keindahan al-Qur'an tanpa mengetahui ilmunya? contoh yang paling sederhana adalah ayat 68-69 Surat Lebah atau  An-Nahl, yang menceritakan aktivitas lebah "mendirikan sarang dan mencari makan".
Ayat tersebut menggunakan bentuk femina, karena memang yang mencari makan dan membuat sarang adalah lebah betina. Lebah jantan diberi makan oleh lebah betina, bukan sebaliknya.3 jangankan masyarakat di abad ke-7, masyarakat di abad 21 pun tidak tahu cara membedakan lebah jantan dan lebah betina. Terlebih memahami bahwa lebah betinalah yang mencari makan, bukan sebaliknya. Jika surat An-Nahl merefleksikan lebah betina dengan kata kerja femina, lebah jantan digambarkan oleh al-Qur'an pada nomor suratnya, yaitu bilangan 16. Bilangan 16 ini adalah banyaknya kromoson lebah jantan, sedangkan jumlah kromoson lebah betina diketahui berjumlah 32.
             Teknik-teknik seperti inilah yang disebut ilmuwan dengan coding isyarat-isyarat di alam semesta, atau meminjam istilah Malik bin Nabi "tanda-tanda" atau ayat bagaikan "anak panah yang berkilauan".4

"...hanya orang-orang yang berakal sajalah yang dapat menerima pelajaran". ( ar-Ra'du 73 : 19 ). 

            Buku ini tidak ditulis untuk membahas ilmu pengetahuan dalam al-Qur'an, tetapi tentang Kitab Mulia al-Qur'an dan kodetifikasi bilangan prima. Bilangan prima ini dipercaya oleh sebagian besar ilmuwan sebagai bahasa universal dan berhubungan dengan desain kosmos. Bagi sebagian kecil ilmuwan muslim, mereka tidak akan heran bila menemukan dalam al-Qur'an ratusan struktur matematik dalam bilangan prima, khususnya prima kembar, karena sebelumnya memang telah menduga hal tersebut. Bahkan sebagian besar mufassir modern percaya bahwa al-Qur'an memuat hal-hal yang mengantisifasi masa depan, "ramalan-ramalan ilmiah"  atau prophecy yang menyangkut generasi mendatang.
           Buku ini merupakan pelengkap tulisan terdahulu pada tahun 2002, ketika penulis membuat sembilan seri artikel yang berjudul Les Grand Themes du Coran, bagi pelajar Indonesia pemerhati Islam di Eropa, melalui putri penulis di sana. Tetapi kali ini Illa 'an Yasya Allah, diterbitkan untuk pembaca di Indonesia.
Terima kasih kepada penerbit, kawan-kawan editor, saudara-saudaraku, dan kepada kolegaku Hari Indra Tahir yang telah memberikan dukungan penuh dan pandangan-pandangannya hingga buku ini terbit.
Akhir kata, puji syukur ke Hadirat Ilahi, jika buku ini bermanfaat bagi pembaca, dalam upaya memperkaya pemahaman al-Qur'an, "Mahakarya yang paling Sempurna". Dengan demikian, kita makin memahami kebesaran Tuhan dan mampu menjalankan kewajiban manusia sebagai deputy Tuhan di muka bumi ini dengan sebaik-baiknya.